اعلم أرشدك الله لطاعته أن الحنيفية ملة إبراهيم أن تعبد الله وحده مخلصا له الدين كما قال تعالى: {وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ } (الذاريات آية 56. )

Ketahuilah! Semoga Allah -subhanahu wa ta’ala- membimbingmu untuk taat kepadaNya. Sesungguhnya al hanifiyyah millah (agama) Ibrahim itu adalah kamu beribadah kepada Alloh -subhanahu wa ta’ala-, mengikhlaskan agama untukNya, sebagaimana Alloh -subhanahu wa ta’ala- berfirman :

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (Adz Dzariyat : 56)

 SYARAH :

“Ketahuilah! Semoga Allah -subhanahu wa ta’ala- membimbingmu”.

Ini adalah do’a dari syaikh -rahimahullah-, demikianlah hendaknya seorang pengajar itu mendo’akan murid-muridnya.

Dan taat kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- itu ertinya mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya.

Sesungguhnya al hanifiyyah millah Ibrohim” .

Allah -subhanahu wa ta’ala- memerintahkan Nabi kita untuk mengikuti millah Ibrahim ‘alaihis salam. Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman :

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفاً وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif”. Dan dia bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan” (An Nahl : 23)

Al Hanifiyyah adalah agamanya al hanif yaitu Ibrahim ‘Alaihis salam. Sedangkan al-hanif adalah menghadap kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- dengan hatinya, amalan-amalannya, niat, serta tujuannya, semuanya untuk Allah -subhanahu wa ta’ala-, dan berpaling dari yang selainNya. Allah -subhanahu wa ta’ala- memerintahkan kita untuk mengikuti millah Ibrahim ‘alahis salam

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim.” (Al Hajj : 78)

Dan millahnya Ibrahim adalah kamu beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- mengikhlaskan agama untukNya.

Ini adalah al Hanifiyyah. Syaikh -rahimahullah- tidak hanya berkata “Kamu beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-” saja, bahkan menyatakan, “Mengikhlaskan agama untukNya” yaitu jauhilah syirik, kerana ibadah itu jika dicapuri kesyirikan, maka akan batal. Tidak akan menjadi ibadah, kecuali jika selamat dari syirik baik besar maupun kecil. Sebagaimana firman Allah -subhanahu wa ta’ala-

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (Al Bayyinah : 5)

Hunafaa’ adalah bentuk jamak dari hanif yaitu ikhlas untuk Allah -subhanahu wa ta’ala-. Allah -subhanahu wa ta’ala- memerintahkan seluruh mahluk dengan ibadah ini, sebagaimana Allah -subhanahu wa ta’ala- menyatakan

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku” (Adz Dzariyat : 56)

Makna “menyembahKu” adalah “mengesakanKu dalam ibadah”. Dan hikmah dari penciptaan mahluk adalah, bahwasanya mereka beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- dan mengikhlaskan agama untukNya. Diantara mereka ada yang mengerjakannya, dan ada pula yang tidak mengerjakannya, akan tetapi hikmah dari penciptaan mereka adalah ini. Sehingga orang yang beribadah kepada selain Allah -subhanahu wa ta’ala- adalah menyelisihi hikmah penciptaan makhluk, menyelisihi perintah dan syariat.

Nabi Ibrahim -‘alaihissalam- adalah bapanya para Nabi yang datang setelahnya, maka seluruh (para nabi) berasal dari keturunannya. Oleh sebab itu Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman

وَجَعَلْنَا فِي ذُرِّيَّتِهِ النُّبُوَّةَ وَالْكِتَابَ

“Dan Kami jadikan kenabian dan alKitab pada keturunannya.” (al ankabut : 27)

Mereka seluruhnya berasal dari bani Israil, anak cucu Ibrahim -‘alaihissalam-, kecuali Muhammad -shallallahu’alaihi wa sallam-, beliau berasal dari keturunan Ismail -‘alaihissalam-. Maka seluruh para Nabi berasal dari anak-anaknya Nabi Ibrahim -‘alaihissalam-, sebagai penghormatan baginya dan Allah -subhanahu wa ta’ala- menjadikannya sebagai “Imam” bagi manusia yaitu “contoh” (bagi mereka).

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman

قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَاماً

“sesungguhnya Aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia” (Al baqarah : 124),



maknanya yaitu panutan.

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً

“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan” (An Nahl : 120)

Yaitu imam yang diteladani, dengan hal itu pula Allah -subhanahu wa ta’ala- perintahkan seluruh mahluk, sebagaimana firman Allah -subhanahu wa ta’ala-

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu” (Adz Dzariyat : 56)

Maka Ibrahim -‘alaihissalam- mengajak manusia untuk beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- sebagaimana Nabi-Nabi selainnya. Seluruh Nabi mengejak manusia untuk beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya, sebagaimana firman Allah -subhanahu wa ta’ala-

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan) “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu” (An Nahl : 36)

Adapun syariat-syariat yang berupa perintah-perintah, larangan-larangan, halal dan haram, maka hal itu berbeza pada masing-masing ummat sesuai dengan berbezanya keperluan. Allah -subhanahu wa ta’ala- mensyariatkan suatu syariat lalu menghapuskannya dengan syariat yang lain sampai datangnya syariat Islam. Kemudian syariat Islam itu menghapus seluruh syariat (sebelumnya), dan tetaplah syariat Islam itu sampai hari kiamat.

Sedangkan inti agamanya para nabi yakni tauhid, maka ini belum dihapus dan tidak akan dihapus. Agama mereka satu yaitu agama Islam dengan makna “Ikhlas untuk Allah dengan Tauhid”. Adapun Syariat-syariat (lain) yang berbeza-beza dihapus, akan tetapi tauhid dan aqidah dari Adam -‘alaihissalam- sampai Nabi yang terakhir, semuanya mengajak kepada tauhid dan beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-. Ibadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- adalah mentaatiNya pada setiap waktu dengan perkara yang diperintahkan dari syariat-syariat. Maka beramal dengan syariat yang menghapus adalah ibadah dan beramal dengan syariat yang telah dihapus bukanlah termasuk ibadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala-.

Wallahu'alam...